Rosulullah SAW menganjurkan umat islam untuk berwakaf, yaitu dengan menahan dan memproduktifkan harta miliknya, lalu hasil pengelolaannya disalurkan kepada pihak-pihak yang ditentukan oleh wakif untuk kepentingan kemaslahatan umat.
Para ulama sepakat tentang diperbolehkannya wakaf berupa benda tidak bergerak, seperti tanah. Lalu bagaimana dengan wakaf berupa harta benda bergerak, seperti uang? Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Imam Al-Zhuhri berpendapat, wakaf berupa dinar dan dirham adalah boleh. Yaitu dengan cara menjadikan dinar dan dirham tersebut sebagai modal usaha, kemudian menyalurkan keuntungannya untuk kesejahteraan masyarakat. (HR. Bukhari).
Ulama madzhab Maliki dan Hanafi juga memperbolehkan wakaf berupa harta bergerak, seperti dinar dan dirham. Mereka berpedoman pada hadits riwayat Abdullah bin Mas’ud. Disebutkan bahwa Rosulullah SAW bersabda, ”Apa yang dipandang kaum muslimin itu baik, dipandang Allah baik juga”. Madzhab Hanafi berpendapat bahwa hukum yang ditetapkan berdasrkan ’urf (adat kebiasaan) mempunyai kekuatan yang sama dengan hukum yang ditetapkan berdasarkan nash (teks).
Karena wakaf berupa dinar dan dirham diperbolehkan, maka wakaf berupa uang kertas pun diperbolehkan, ini berdasarkan hukum qiyas (penyamaan hukum dengan adanya illat yang sama). Dengan begitu, wakaf uang tidak terbatas pada dinar dan dirham saja, tapi juga termasuk semua mata uang di dunia.
Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2002 telah mengeluarkan fatwa ihwal diperbolehkannya wakaf uang. Fatwa tersebut menetapkan lima poin ketetapan, yaitu :
1. Wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2. Termasuk dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
3. Wakaf hukumnya jawaz (boleh)
4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i.
5. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar